Gorontalo

Kisah Penyapu Jalan Yang Sering Dipandang Sebelah Mata

Posted on

MCB.Com (Kota Gorontalo) – Kamis (3/8), pagi itu jarum jam telah menunjukkan pukul 04.06 WITA. Seorang wanita memakai kaos kuning lengan panjang dan berhijab sedang menyapu di Area Simpang Lima Kota Gorontalo—depan Tugu Adipura. Suasananya masih tampak gelap. Hanya sedikit sinar lampu mercury yang meneranginya.

Jalan pun masih terlihat lengang dari kendaraan. Ia begitu bersemangat menyapu jalan—seakan  dikejar waktu. Tangan kanannya memegang sapu lidi, dan tangan kirinya memegang alat pengumpul sampah yang terbuat dari plastik. Bahkan satu lagi sapu lidi dijepit di ketiaknya.

MCB.Com berusaha berhenti dari kendaraan dan turun menghampiri wanita paroh baya tersebut. Ia sedikit bercerita tentang kisahnya sebagai pekerja lepas di Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo.

Namanya Meri Ali, warga Kelurahan Tomulabutao Selatan, Kecamatan Dungingi. Profesinya sebagai pekerja penyapu jalan ia lakukan sudah hampir 5 tahun. Ibu dari tiga anak ini tak pernah mengeluh. Ia tetap bersemangat dan ikhlas bekerja demi anak dan keluarganya. Apalagi suaminya sudah tiada (Almarhum).

Setiap pagi, pukul 03.30 WITA ia sudah turun dari rumahnya dengan berjalan kaki menuju lokasi yang telah ditunjuk oleh Dinas Lingkungan Hidup. Ia bersama salah satu temannya ditugaskan di Area Simpang Lima sampai Simpang Empat lampu merah (traffic light) SMK Negeri 1 Kota Gorontalo, Jalan Andalas.

Setiap hari ia kerjakan bersama temannya sampai pada pukul 07.30 WITA. Usai menyapu jalan, ia kembali menjaga cucunya yang masih duduk di sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Begitu seterusnya.

Dinas Lingkungan Hidup memberinya upah 42 ribu 5 ratus rupiah setiap hari. Jika ditotalkan, ia bisa menerima upah setiap bulan 1 juta 275 ribu rupiah. Jika tidak masuk kerja, terpaksa upahnya harus dipotong.

Apakah upah sebesar itu bisa cukup membiayai keluarga? “Yach…, cukup atau tidak cukup, harus dicukupkan. Apalagi saat ini saya membiayai kuliah anak saya yang sudah duduk di semester 5 di salah satu perguruan tinggi swasta di Gorontalo. Belum lagi biaya makan untuk setiap harinya. Saya hanya bisa bersyukur atas semua ini,” jawab Meri kepada MCB.Com.

Pahlawan Adipura ini dikabarkan akan ditambah gaji, dari 42 ribu 5 ratus rupiah perhari menjadi 50 rubuan perhari. “Insya Allah akan terealisasi kenaikan upah tersebut. Kami hanya bisa menunggu,” harap Meri.

Kehidupan mereka sebagai buruh penyapu jalan, kadang dianggap orang sebagai pekerjaan yang hina. Ada juga yang meremehkan—memandang mereka dengan sebelah mata. Namun pekerjaan itu tetap mereka nikmati demi menghidupi keluarga dan anak-anak. “Yang penting halal,” ucapnya.

Sering kali mereka menemukan sampah yang berserakan di jalan yang dibuang sembarangan oleh pengendara mobil, atau para penumpang. Namun mereka tetap bersabar walau sedikit mengeluh.

“Itulah resiko yang harus kami terima sebagai penyapu jalan dengan penuh kesabaran. Yach…, mau apa lagi? Kalau boleh, kami mohon kesadaran masyarakat, terutama para pengguna jalan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Kebersihan bukan hanya tanggung jawab kami sebagai penyapu jalan, tetapi menjadi tanggung jawab kita semua,” tandasnya.* (01/02)

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Cancel reply

Most Popular

Exit mobile version