National

Larangan ASN Berpolitik Tidak Sesuai Dengan UUD 1945

Posted on

MCB.Com (Nasional) – Tensi politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) semakin panas. Sebagian Aparatur Sipil Negara (ASN) berani dan terang-terangan terlibat langsung pada politik praktis, sehingga dikhawatirkan akan mengganggu  ritme kerja ASN itu sendiri. Padahal ASN seharusnya bekerja secara profesional dan tidak terbawa pada euforia politik.

Seperti dilansir headlinejabar.com, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Asman Abnur mengingatkan, ASN atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar tidak terlibat dalam politik praktis.

“Sanksi tegas akan diberikan jika ada PNS yang terlibat dengan masalah perpolitikan. Oleh karena itu saya minta seluruh ASN untuk lebih fokus pada bidang tugasnya masing-masing dan lebih profesional,” kata Asman Abnur.

Ia mengatakan, semua ASN harus lebih profesional dalam bekerja sehingga jika ada yang masuk dalam ranah perpolitikan, akan mencoreng nama institusi pemerintahan, tempat PNS bekerja.

Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 2014 tentang ASN, secara tegas mengatur netralitas birokrasi dan larangan politisasi birokrasi. Pasal 2 UU tersebut, berisikan asas netralitas, bertujuan agar setiap ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepentingan siapapun.

Lebih tegas lagi, pada Pasal 9 ayat (2) UU ASN menyatakan,  ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.

Kementerian Dalam Negeri RI telah mengeluarkan larangan dan sanksi bagi ASN, kepala desa, lurah, maupun aparatur desa, dan kelurahan dalam pelaksanaan pilkada.

Larangan dan sanksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Mendagri No: 273/3772/JS tertanggal 11 Oktober 2016 sebagai penegasan Pasal 70 UU No. 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU.

Pada UU tersebut diatur ketentuan:

  1. Ayat (1) huruf (b) ditegaskan, bahwa dalam kampanye pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara.
  2. Ayat (1) huruf c ditegaskan, bahwa dalam kampanye pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau lurah dan perangkat desa atau kelurahan.

Larangan dan sanksi tersebut juga tertera dalam Pasal 29 Ayat (2) UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN ditegaskan, “Pegawai aparatur sipil negara harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik”.

Aturan selanjutnya yang melarang ASN ikut terlibat dalam kampanye yaitu Pasal 4 angka 15 peraturan pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa setiap ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan cara:

  1. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon kepala daerah atau wakil kepala daerah;
  2. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
  3. Keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
  4. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pilkada sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalan lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Apabila terdapat ASN yang terbukti melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi berupa surat teguran, sanksi hukuman disiplin yang meliputi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

ASN yang melanggar juga akan dikenai sanksi hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri sebagai ASN, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai ASN.

Sementara itu Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tubahelan seperti dilansir asncpns.com mengatakan, UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak sesuai dengan UUD 1945, karena telah mencabut hak politik PNS.

Dia juga menjelaskan,  dari segi hukum setiap pembuatan Undang-Undang harus bercermin pada Undang Undang Dasar 1945, sehingga dia mengatakan bahwa UU ASN ini bertentangan dengan konstitusi negara, yaitu, UUD 1945 karena mencabut hak warganegara.

Seharusnya UU ASN ini tidak diskriminatif kepada ASN dengan menutup hak ASN dalam berpolitik. Bahkan seharusnya kata Johanes, membuka selebar-lebarnya ruang dan kesempatan yang sama seperti warga negara lainnya. “Apakah ini bukan diskriminatif? Karena itu, perlu ada gerakan total dari kalangan ASN untuk merevisi kembali UU tersebut, karena hanya memuat kepentingan para politisi yang hanya berkelana di panggung politik,” ujarnya.* (01/02)

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Cancel reply

Most Popular

Exit mobile version