Opini

Menggugat Logika Politik DPR RI dan Partai Golkar

Posted on

Oleh: Ardy Wiranata Arsyad S.H.*

*Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UII Jogyakarta

Keresahan masyarakat semakin meninggi dengan sikap Komisi II DPR yang terlalu memasukan kepentingannya dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada. Komisi II terlalu memaksakan kehendak untuk menyelamatkankan segelintir orang karena tidak bisa mencalonkan diri dengan status terpidana.

Hasil sementara Rapat Dengar Pendapat (RDP), yang dilakukan, sulit di nalar dengan akal sehat karena terlalu “politis. Hasil tersebut terlalu dipaksakan, dan jauh dari tujuan menciptakan Pilkada yang berintegritas dan memiliki standar moral-konstitusional. Sekiranya, kita perlu memperbaiki kesesatan berpikir yang dipakai oleh Komisi II, yang membolehkan terpidana percobaan bisa ikut dalam Pilkada; tentunya ini mencederai upaya membangun demokrasi konstitusional.

Sikap memaksa Komisi II Tentu sangat erat dengan persoalan yang melibatkan status terpidana di daerah, seperti misalnya Gubernur Gorontalo (Rusli Habibie) untuk maju lagi di periode keduanya.

Menurut penulis, tak elok jika hanya kepentingan Rusli Habibie yang tersandera dengan status “terpidananya” merubah kembali PKPU yang telah dibahas secara bersama.

Hal yang paling menggemaskan lagi, dalam dinamika politik hari ini, ialah Partai Golkar yang terlalu memaksa untuk mendukung perubahan PKPU tesebut. Partai Golkar terlalu memaksakan kadernya untuk diikutkan dalam Pilkada serentak 2017 mendatang. Maka, ini jelas sangat bertentangan dengan nalar publik dan cita berdemokrasi yang ideal.  Juga menandai partai ini krisis kader.

Saat ini, partai Golkar sudah mempertontonkan kepada publik bahwa dirinya telah mengalami degradasi dalam proses regenerasi dan kaderisasi. Tidak hanya itu, pola rekrutmen partai Golkar belum sepenuhnya mendukung upaya berdemokrasi secara ideal dengan mendukung calon pemimpin yang berintegritas, berkualitas dan pastinya bukan TERPIDANA.

Apakah partai ini gagal dalam menentukan calon yang berkualitas? Atau bisa jadi partai ini tidak memiliki alternatif figur yang tidak terlibat kasus hukum? Sekiranya itu beberapa hal yang menjadi pertanyaan mengapa Golkar terlalu memaksakan untuk merevisi PKPU.

Kegagalan Golkar dalam menjamin kualitas berdemokrasi telah menenggelamkan kejayaan partai ini. Keberadaan partai Golkar hari ini seakan mencerminkan kekerdilan pola pikir dan siasat politik yang sesat.

Golkar Yes, Terpidana No !!!

Sekiranya ini menjadi penting untuk dibicarakan internal partai yang berlambang beringin ini. Penulis yakin masih banyak kader Golkar yang berkualitas di Gorontalo. Bukannya mau pesimis terhadap gerakan Golkar, hanya saja ini membuktikan bahwa Golkar krisis akan kaderisasi yang berkualitas untuk dicalonkan.

Status Terpidana bukanlah sebuah hal sederhana untuk dikompromikan, persoalan ini menjadi penting karena melibatkan kepala daerah. Apabila ini terus berlanjut maka, dalam batas nalar tertentu penulis menyimpulkan Partai Golkar tersandera oleh kepentingan Rusli Habibie.

Kebesaran partai Golkar ternyata mampu dikerdilkan oleh kepentingan Rusli Habibie, dan parahnya lagi partai ini disandera dengan memaksakan seorang terpidana untuk menerobos segala norma-norma hukum dan berdemokrasi yang sehat.

Partai Golkar yang menyandang sebagai partai terbesar kedua hasil pemilu legislatif 2014, dan sebelumnya menjadi partai penguasa dari rezim otoriter orde baru, yang mampu menjadikannya sebagai pemegang kekuasaan dari tiga dekade–belumlah menjadi partai moderen yang terlembagakan dengan baik.

Jangan sampai dalam kamus berpolitik partai Golkar, partai hanyala instrumen atau semacam “usaha perdagangan kekuasaan” yang dijalankan atau politik patronase yang hanya menjaga tersalurkannya proyek maupun anggaran negara ke kelompok-kelompok tertentu, agar mendapat presentase komisi dan saham. Jika ini terjadi, maka, sama halnya partai ini telah gagal mencapai program kaderisasi, pemikiran baru dan kesadaran berpartai hingga rendahnya moralitas politik partai.

Jika hal ini terus dipelihara ditubuh Golkar maka ini akan menekan minimnya elektabilitas, integritas dan kapabilitas partai Golkar. Yang perlu dilakukan partai Golkar di Gorontalo ialah partai ini harus membuktikan kualitas dan integritas akan mampu mengalahkan isi tas. Partai Golkar akan memilih jalan baru dengan melahirkan pemimpin yang bebas hambatan hukum dan tetap berada di bawah kendali tujuan menciptakan demokrasi yang substantif.

Kelanjutannya, jika memang muncul semangat baru untuk memotong pandangan “usaha dagang kekuasaan” tadi, dan memunculkan cara berpikir dan tradisi baru maka, ini akan menjadi awal mula tradisi kepartaian yang sehat dengan menerapkan demokrasi dan tata kelola kepartaian yang lebih baik lagi.

Partai Golkar masih akan dipandang sebagai partai yang bagus dalam menentukan kandidat siap dimenangkan dengan beban politik ringan.  Karenanya, partai ini akan lebih memperkuat koordinasi dan konsolidasi hingga berjuang pada titik penghabisan yang menguntungkan rakyat Gorontalo.

Kesemua itu akan memuluskan hubungan kepercayaan dari pemilih secara rasional, karena ikatan hubungan kepercayaan sudah terlepas dari nostalgia masa lalu, relasi patronase tertentu dan agenda partai dengan kepentingan publik berjalan bersamaan.

Hanya dengan menghadirkan formulasi politik baru, masa depan partai beringin ini akan tetap jaya dan elektabilitas pun meninggi. Partai Golkar harus berbenah dan meninggalkan cara lama agar kelak calon pemimpin yang dihasilkan bukan sekedar dinilai dengan isi tas dan mengabaikan kualitas serta integritas.

Rusli Habibie kader terbaik Golkar, hanya saja status terpidananya membuat Golkar harus berbenah agar kelak tidak terjebak di pemikiran partai “usaha dagang kekuasaan”.  Mari bersama Menyelamatkan Golkar, mendukung KPU dan mewujudkan demokrasi substantif.

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Cancel reply

Most Popular

Exit mobile version