MCB.Com (Gorontalo) – Provinsi Gorontalo mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (PBK) Republik Indonesia. Namun BPK RI masih menemukan permasalahan penyajian laporan keuangan tidak tertib.
Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI, Nizam Burhanuddin mengatakan, meskipun menemukan permasalahan tersebut, tidak mempengaruhi perolehan Opini WTP yang disematkan oleh BPK RI.
Nizam menjelaskan, diantara penyajian laporan keuangan yang dinilai tidak tertib adalah penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Terdapat kelebihan dana salur yang belum dikembalikan ke rekening kas umum daerah Pemerintah Provinsi Gorontalo. Penerimaan dana BOS yang disalurkan melalui rekening sekolah masih dikenakan pajak dan terdapat penyetoran pajak oleh bendahara BOS.
Disamping itu, kata Nizam, realisasi penggunaan hibah dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi Gorontalo belum dicatat dalam laporan keuangan, antara lain terdapat hibah bantuan tunai untuk program kegiatan dan pemenuhan sarana dan prasarana dari pemerintah pusat yang langsung diberikan kepada sekolah, dan dinas pertanian.
“Temuan tersebut tanpa melalui Badan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dan belum dilaporkan serta dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Gorontalo,” urai Nizam yang disampaikan pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD Provinsi Gorontalo dalam rangka penyerahan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Provinsi Gorontalo Tahun Anggaran 2017, Rabu (30/5/2018).
Lebih lanjut Nizam memaparkan, penataan aset tetap kepada pemerintah Provinsi Gorontalo belum tertib, antara lain, mencakup permasalahan catatan terkait aset tetap dalam rangka penyerahan personil pendanaan sarana dan prasarana serta dokumen dari kabupaten/kota masih berupa lampiran berita acara serah terima dan belum hasil verifikasi lapangan.
BPK juga menemukan aset tetap berupa tanah, mesin, gedung, bangunan, jalan irigasi dan jaringan di sekolah-sekolah belum masuk dalam berita acara serah terima. Anehnya lagi, terapat gedung dan bangunan yang pencatatnya digabung dengan satu satuan unit.
Bahkan kata Nizam, BPK menemukan pembayaran tunjangan dan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu, pemberian gaji pada ASN yang terkena kasus pidana senilai 199,51 juta rupiah.
Temuan berikut menurut Nizam, kekurangan volume pada belanja modal senilai 234,44 juta rupiah dan denda keterlambatan penyelasaian pekerjaan senilai 145,05 juta rupiah.
“Permasalahan tersebut telah kami muat dalam dua buah buku Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas sistem pengendalian interen dan tiga buah buku LHP atas peraturan kepatuhan dalam perundang-undangan,” ungkap Nizam.
Nizam menegaskan, dalam LHP atas sistem pengendalian interen dan kepatuhan terhadap perundang-undangan terdapat pada rekomendasi yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dari DPRD dan pemerintah daerah.(TIM)
