MCB.COM (Gorontalo) – Jika mereview kembali sejarah perjuangan kemerdekaan Gorontalo, 23 Januari 1942, ternyata masih banyak para pejuang lainnya yang belum terungkap sejarahnya. Jiwa bela negara dan bangsa merupakan harga mati. Mereka tidak takut, mereka tidak gentar, bahkan nyawa dan darah dikorbankan demi kemerdekaan bangsa Indonesia untuk melawan kolonial Belanda.
Adalah Nikholas Kaluara, salah satu pejuang Gorontalo yang mendapat siksaan dari Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda yang merupakan organisasi semi militer bentukan kolonial Belanda.
Nikolas Kaluara hanyalah seorang guru Sekolah Rakyat (SR) di Kwandang dari tahun 1930. Tahun 1937 ia dipindah tugaskan di SR Bilungala yang merupakan satu-satunya sekolah di Bone Pantai—Bilungala. Kala itu, Nikolas Kaluara sebagai kepala sekolah menggantikan, Akaseh. Tugas mulia ini diemban Nikolas demi mencerdaskan bangsa yang masih terbelakang pendidikan, sehingga ia ikhlas ditempatkan dimana saja.
Pria kelahiran Tamako, Siau, Sangihe Talaud ini dikenal sosok yang selalu memberikan semangat dan motivasi tentang arti sebuah perjuangan. Semangat bela negara untuk mencapai kemerdekaan ini disampaikan kepada anak didiknya, para pemuda, dan teman-temannya.
Semangat juang Nikolas Kaluara untuk keluar dari penjajah ini tak pernah pudar. Ia malah membentuk Tim 9 yang bertugas mengamankan dan mempertahankan kemerdekaan Gorontalo yang diproklamirkan 23 Januari 1942. Tim 9 itu terdiri dari; 1. Nikolas Kaluara (Ketua), 2. Idrus Muhammad, 3. Ibrahim Mooduto, 4. Jumula Alentadu, 5. AD Nasibu, 6. A.P. Tahidji, 7. Husni Akase, 8. AR. Kadir, dan 9. N. Mohamad.
Bahkan Nikolas Kaluara bersama Tim 9 menangkap tentara belanda yang melarikan diri dari Bolaang Mongondow, dan dibawah ke Gorontalo yang kemudian diserahkan kepada Polisi Gorontalo.
Sebuah pengorbanan Nikolas Kaluara patut dihargai dan dihormati. Ketika ia akan ditangkap oleh tentara NICA, ia tetap bertahan untuk tidak mengungsi. Padahal teman-temannya menyarankan agar Nikolas menghindar dan dan mengungsi.
Apa kata Nikolas kepada teman-temannya? “Teman-temanlah yang harus mengungsi untuk melanjutkan perjuangan ini dan saya tetap di sini. Saya tidak bisa meninggalkan tugas sebagai guru. Saya akan menunggu tentara NICA dan Belanda, apapun terjadi. Saya akan hadapi dengan resiko apapun”.
Tak disangka, usai Shalat Jum’at, tentara NICA mendatangi rumah Rosi Kadir, dimana Nikolas tinggal di tempat itu bersama istrinya—Katerin Budiman. Nikolas ditangkap. Kamarnya digeledah dan di utak-atik. Di dalam kamar ditemukan Bendera Merah Putih.
Baca juga : Mengenal Raja-raja Gorontalo dalam Hikayat. Anda Keturunan Raja yang Mana?
Sontak tentara NICA tanya ke Nikolas, untuk apa bendera ini? “Untuk merdeka,” tegas Nikolas menjawab pertanyaan tentara NICA. Seketika ia dibawah ke pesanggrahan, milik peninggalan tentara Jepang. Di tempat itulah Nikolas disiksa. Bahkan Bendera Merah Putih itu dirobek-robek dan dimasukkan ke mulutnya. Pukulan popor senjata ke tubuhnya, membuat badannya babak belur. Giginya sampai rontok.
Ia rela berkorban demi bangsa dan negara Indonesia. Bahkan ia secara tegas tidak mengakui Pemerintahan Kolonial Belanda. Beberapa bulan ia ditahan dan disiksa. Namun semangat juangnya tidak pernah pudar melawan penjajah.
Setelah mengalami penyiksaan dalam tahanan, akhirnya Nikolas dibebaskan, dan kembali ke Bilungala. Akibat siksaan itu, akhirnya ia meninggal dunia di Desa Bilungala. Kinia makamnya banyak yang berjiarah. Para pejiarah mengenang perjuangan Nikolas Kaluara dalam membela negara ini, terutama Gorontalo.
Nikolas Kaluara banyak mewariskan rasa nasionalisme kepada murid-muridnya, para pemuda, dan teman-temannya, untuk tetap mengisi dan mempertahankan kemerdekaan ini. Banyak pemuda dan muridnya menjadi pasukan rimba di bawah pimpinan Nani Wartabone.***
(Kisah Nikolas Kaluara ini dikutip melalui tulisan tangan Almarhum Muhaimin Kadir Muhamad—Mantan Kepala SMP Negeri 1 Bone Pantai, yang disebarkan oleh HR. Nasibu)[post-views]
