MCB.Com (Kota Gorontalo) – Persoalan yang dihadapi Pemerintah Kota Gorontalo sebagai ibukota provinsi memang cukup kompleks, terutama daerah kawasan kumuh, sehingga memerlukan penangan khusus. Tak heran Walikota Marten Taha melakukan langkah-langkah untuk melakukan penataan terhadap kawasan kumuh tersebut.
Data tahun 2014 menyebutkan, kawasan kumuh di Kota Gorontalo cukup luas, yakni 159,2 Hektar—terdapat di enam titik kawasan kumuh berada di enam kelurahan. “Nah, pada saat itu saya disedorkan surat maha penting untuk ditanda tangani dan memerlukan penanganan serius pemerintah Kota Gorontalo. Padahal saya baru dilantik sebagai walikota,” ujar Marten.
Kemudian, tahun 2016 Pemerintah Kota Gorontalo melakukan verfikasi kembali terhadap kawasan kumuh. Hasil verifikasi lapangan, ternyata kawasan kumuh di Kota Gorontalo berubah menjadi 224,7 hektar—terdapat di 19 kelurahan. Menurut Marten, jika dibiayai dengan APBD Kota Gorontalo tidak mungkin, sebab anggarannya cukup besar.
“Alhamdulillah tahun ini Kota Gorontalo beroleh bantuan dari Direktur Pemukiman dan Kawasan—Kementrian PU dan Perumahan Rakyat. Kita dapat bantuan 12 miliyar untuk penanganan kawasan kumuh di tiga kelurahan, yakni: Limba B, Biawu, dan Ipilo. Anggaran tersebut dipergunakan untuk memperbaiki pemukiman rakyat, berupa: drainase, penataan lingkungan, sanitasi, hingga memperbaiki halaman rumah,” jelas Marten.
Marten Taha menguraikan, daerah yang berstatus sebagai kota tak lepas dari kawasan kumuh. Hal tersebut sudah menjadi khas perkotaan. Pasalnya, kota merupakan pusat urbanisasi yang dijadikan tempat pencaharian bagi masyarakat pendatang. Apalagi seiring perkembangan ekonomi di perkotaan semakin meningkat, sehingga berakibat pula pada pertumbuhan penduduk di Kota Gorontalo.
Menurut Marten, data tahun 2016 menunjukkan pertumbuhan ekonomi Kota Gorontalo naik cukup signifikan—mencapai 7,93 persen. Namun demikian Marten mengaku bahwa jumlah pengangguran di perkotaan meningkat dibanding dengan pedesaan.
“Kalau orang desa menganggur, masih ada lahan persawahan dan hidup di tengan lahan. Kalau orang kota menganggur tidak ada pendapatan, paling Cuma minta-minta. Tapi pertumbuhan ekonomi di kota cukup pesat. Perputaran ekonomi berjalan cepat dibanding dengan desa yang lambat perputaran ekonominya,” tandasnya. (02-Bayu)
