MCB.Com (Jakarta) – Bupati Kabupaten Gorontalo, Prof. Nelson Pomalingo yang juga sebagai Koordinator Koalisi Pemerintah Kabupaten Penghasil Kelapa (Kopek), memimpin dialog tentang masa depan pengelolaan sawit dan kelapa pada acara Sahabat Kelapa Indonesia dan Sawit Watch.
Pertemuan tersebut berlangsung di Morrissey Hotel, Jalan K.H. Wahid Hasyim No.70, Gondangdia, RT.7/RW.5, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/4/2018).
Kegiatan ini bertujuan untuk men-sharing dan menjelaskan perbandingan dua model pengembangan perkebunan dua komoditas—kelapa dan sawit di tiga kabupaten (Lingga, Gorontalo, dan Buol-red)
Selain itu, Nelson memberikan pemaparan tentang langkah-langkah model pendekatan solusi ke depan. Prof Nelson lebih menekankan, bagaimana kelapa dan sawit berjalan secara berkelanjutan.
Deklarator pembentukan Provinsi Gorontalo ini mengatakan, saat ini perkebunan sawit di Indonesia menjadi terluas, yakni 18,99 juta hektare (Sawit Watch, 2018).
“Tetapi, bila kita tengok ke belakang, Perkebunan kelapa rakyat telah ada sejak ratusan tahun lalu dan marak di akhir tahun 1890-an hingga tahun 1960-an,” urainya.
Pada waktu tersebut kata Nelson, merupakan masa kejayaan kelapa. Kontribusi kelapa dalam sejarah perjalanan bangsa tidak sedikit. Hingga kini sekitar 7 juta petani (SKI, 2018) menggantungkan hidupnya dari kelapa.
Menurutnya, kelapa dengan segala bagian dari tanamannya telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Akan tetapi luas kebun kelapa menurun sejalan berkembangnya kebun sawit.
Dikatakan, beberapa sentra penghasil kelapa ada ratusan ribu hektar kebun kelapa beralih menjadi sawit. Pada beberapa wilayah pengambil alihan kebun rakyat ini dilakukan dengan cara tidak sah, sehingga menimbulkan konflik lahan, seperti di beberapa desa di pesisir Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau dan beberapa wilayah lain (SKI, 2018).***(01/Olu)
