MCB.Com (Gorontalo) – Untuk menjadi media yang dipercaya masyarakat, wartawan harus berpodoman pada kode etik jurnalistik. Wartawan tidak bisa mengambil informasi dari media sosial (medsos), sebab keakuratan informasinya belum jelas. Wartawan juga jangan terlibat pada penyebaran berita hoax.
Demikian disampaikan Komisioner Dewan Pers, Jimmy Silalahi pada workshop peliputan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tahun 2019, Rabu (20/3/2019) di Hotel Maqna, Kota Gorontalo.
Pria bernama lengkap Anthonius Jimmy Silalahi ini menyayangkan, saat ini masyarakat lebih memilih informasi yang diperoleh dari medsos dibanding berita yang disajikan melalui media daring—karya jurnalistik. Padahal keakuratan data dan informasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers ini mengingatkan, sebelum informasi diberitakan harus divefikasi dulu oleh wartawan. Itu sangat penting dalam penyajian berita, sehingga wartawan tidak terjebak pada berita bohong.
“Jangan sekali-kali media pers mengambil informasi dari media sosial, karena media sosial bukan pers,” ujar Jimmy.
Direktur Indonesia Network/Bali TV Network ini berharap, media dan wartawan di Gorontalo harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Apalagi menjelang pemilihan umum tahun 2019.
Jimmy dalam materinya menampilkan beberapa contoh berita hoax melalui slide powerpoint yang teredar di medsos. Misalnya, berita yang dikombinasikan antara hoax dan kejahatan siber dan diedarkan di berbagai group dan WhatsApp. Akibatnya, media sosial berubah fungsi menjadi ajang bertikai.
Untuk itu, ia meminta masyarakat agar berita diperoleh dari medsos yang belum terverifikasi jangan dijadikan rujukan untuk menentukan pilihan nanti. “Nah, jangan sampai masyarakat lebih memilih berita atau informasi yang disajikan di medsos. Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi,” tandasnya.* (01/02)
